Tuesday, June 30, 2009

Pengaruh Ruthenium Pada Struktur Mikro Aging Superalloy Berbasis Nikel

Jurnal Sain Materi Indonesia
Indonesian Journal of Materials Science
Edisi Khusus Desember 2008


Efendi Mabruri
Pusat Penelitian Metalurgi-LIPI
Kawasan Puspiptek Gd. 470 Serpong, Tangerang 15314
Email: efendi_lipi@yahoo.com


Abstrak.Pengaruh Ruthenium Pada Struktur Mikro Aging Superalloy Berbasis Nikel.Telah dilakukan penelitian pengaruh Ruthenium (Ru) terhadap struktur mikro superalloy berbasis nikel pada suhu aging 1324 K. Pengamatan struktur mikro dilakukan dengan menggunakan SEM.Hasil percobaan menunjukkan bahwa fasa ’ memiliki bentuk kuboid yang lebih tajam dengan ukuran yang lebih kecil pada superalloy yang ditambahkan unsur Ru. Penambahan 6% mol Ru pada superalloy menyebabkan adanya presipitasi fasa ketiga yang teridentifikasi sebagai intermetalik berbasis RuAl berdasarkan analisa komposisi kimia dengan EDX. Selain itu ditunjukkan bahwa baik pada superalloy yang mengandung Ru dan maupun yang tidak mengandung Ru, kinetika pembesaran fasa ’ dikontrol oleh proses difusi dan Ru tidak mempunyai pengaruh terhadap konstanta kecepatan pembesaran fasa ’. Hasil ini dijelaskan dengan mempertimbangkan bahwa Ru meningkatkan energi antarmuka tetapi menurunkan difusi Re sebagai unsur pengontrol kecepatan pembesaran fasa ’.

Kata Kunci: struktur mikro, fasa ’, fasa ketiga, rutenium, nikel, superalloy, rutenium aluminida.

Abstract. Ruthenium Effect on Aging microstructure of Nickel based Superalloys. The effect of Ruthenium on the microstructure of nickel based superalloys has been investigated at aging temperature of 1324 K. The microstructural observation by using SEM showed that the aged microstructures revealed the cuboidal ’ precipitates for all alloys. As Ru content increased in the alloys, the ’ was more cuboid and its sizes appeared to slightly decreased. The third phase precipitated in the alloy containing Ru content of 6 mol% and it was considered to be the RuAl based intermetallic compound according to EDX measurement. In addition, it was clear that the coarsening kinetics of the ’ phase in both Ru-free and Ru-containing superalloys were controlled by diffusion and Ru was found to have no effect on the rate constant of the ’ phase coarsening.The result was explained by considering the balancing effect of Ru to increase slightly the interfacial energy between  and ’ phases and to decrease slightly the diffusivity of the rate controlling element Re.

Keywords: microstructure, ’ phase, third phase, ruthenium, nickel, superalloys, ruthenium aluminide.


1. Pendahuluan
Superalloy berbasis nikel banyak digunakan di dalam mesin pesawat terbang dan turbin gas pembangkit listrik sebagai material turbin blade karena memiliki kemampuan untuk mempertahankan kekuatan struktur (creep, fatigue) dan kestabilan permukaan (oksidasi, korosi) pada suhu tinggi. Paduan logam ini diperkuat oleh larutan padat fasa matrik dan oleh presipitasi fasa ’ berbasis Ni3Al. Perkembangan yang sangat berarti dalam peningkatan kemampuan paduan ini pada suhu tinggi adalah sejak dimasukannya unsur-unsur refraktori terutama Tungsten (W) dan Rhenium (Re) sebagai unsur paduan [1-4]. Akan tetapi, kandungan unsur-unsur refraktori yang tinggi di dalam paduan akan meningkatkan ketidakhomogenan kimia karena segregasi mikro unsur-unsur ini di dalam inti dendrit selama proses pengecoran dan meningkatkan kecenderungan terjadinya fasa TCP (Topologically Closed Pack) yang merugikan pada suhu operasi [4-7]. Perkembangan terakhir melaporkan bahwa Ruthenium (Ru) merupakan unsur potensial yang dapat menekan terbentuknya fasa TCP pada suhu tinggi dan meningkatkan kekuatan creep [8-10]. Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan Ru mempunyai pengaruh yang positif pada paduan ini misalnya Ru menurunkan tingkat segregasi unsur-unsur refraktori [6], meningkatkan kelarutan Re dalam Ni[11], dan merubah rasio partisi unsur-unsur refraktori terutama Re diantara fasa  dan ’[10]. Akan tetapi, kemungkinan terakhir masih merupakan masalah yang diperdebatkan akhir-akhir ini karena adanya perbedaan hasil yang ditunjukkan oleh para peneliti [10,12-13].
Sehubungan dengan pentingnya Ru pada pengembangan superalloy berbasis nikel, beberapa penelitian yang intensif bermunculan berkaitan dengan karakteristik pemaduan unsur Ru [8-10,12-19].Tulisan ini melaporkan pengaruh Ru terhadap struktur mikro dan evolusinya pada suhu tinggi pada superalloy berbasis nikel berdasarkan hasil eksperimen.


(Makalah lengkap ada di Jurnal Sain Materi Edisi Khusus Desember 2008)

Thursday, June 25, 2009

Diffusion of Re and Ru in the γ′ Phase of Ni Based Alloys

Materials Transactions, Vol. 49, No. 6 (2008) pp. 1441 to 1445
(c)2008 The Japan Institute of Metals

Efendi Mabruri1;*1,*2, Shingo Sakurai1;*1, Yoshinori
Toshiyuki Koyama2 and Masahiko Morinaga1
1Department of Materials, Physics and Energy Engineering, Graduate
Nagoya University, Nagoya 464-8603, Japan
2National Institute for Materials Science, Tsukuba 305-0047, Japan
Materials Transactions, Vol. 49, No. 6 (2008) pp. 1441 to 1445
#2008 The Japan Institute of Metals


The diffusion of Re and Ru in the γ`-Ni3Al phase has been investigated at a range of temperatures 1423-1523 K by using the pseudo-binary diffusion couples. It was found that the concentration gradient of Re appeared to promote the uphill diffusion of Al, whereas that of Ru did not promote the Al uphill diffusion. The cross interdiffusion coefficients were independent of the matrix ordering since they were comparable qualitatively between those in the γ’-Ni3Al and in the γ-Ni phases. The tracer diffusion coefficients for Re and Ru in Ni3Al were estimated by extrapolation and the obtained activation energies were consistent with the site preferences of the elements reported in the literature. Further, the results of this work suggest that the diffusion of Ru in Ni3Al is mostly governed by the diffusion in Ni sublattice and the diffusion of Re is mainly controlled by the formation of anti-site defects in the Ni sublattice with negligible contribution of the anti-site bridge mechanism [doi:10.2320/matertrans.MRA2007632]

Monday, June 15, 2009

Pelapisan Nano-Komposit Hydroxyapatite/Chitosan Pada SS 316 L dan Ti-6Al-4V Sebagai Material untuk Prostetik yang Biokompatibel, Murah dan Kuat

Oleh: efendi Mabruri

Prostetik ortopedik yang menahan beban (load bearing implant) biasanya menggunakan material logam karena mempunyai kekuatan yang memadai. Baja tahan karat austenitik SS 316 L dan Ti-6Al-4V merupakan logam yang umum digunakan karena harganya yang relatif murah dan tahan korosi. Akan tetapi dalam lingkungan fisiologi logam ini terdegradasi dan mengeluarkan ion-ion ke dalam aliran darah yang berpotensi racun. Oleh karena itu permukaan SS316L dan Ti-6Al-4V perlu dilapis oleh material lain untuk menghalangi pelarutan ion-ion nya dan untuk meningkatkan biokompatibilitasnya. Hydroxyapatite (HA) merupakan biokeramik yang mempunyai komposisi kimia yang sama dengan mineral utama tulang dan memiliki biokompatibilitas, bioaktifitas dan osteokonduktivitas yang ekselen. HA dapat dilapiskan pada permukaan prostetik logam untuk meningkatkan biokompatibilitasnya. Metoda yang saat ini digunakan untuk mendeposisikan hydoxyapatite adalah dengan plasma spraying. Akan tetapi karena suhu yang sangat tinggi yang terjadi selama proses plasma spraying, lapisan yang dihasilkan tidak memiliki komposisi kimia yang tepat. Selain itu, lapisan yang dihasilkan dengan proses ini cukup tebal sehingga kekuatan adhesinya kurang bagus. Deposisi elektroforesis merupakan metoda yang murah dan dapat menghasilkan lapisan dengan komposisi yang tepat, kekuatan adhesi yang bagus dan ketebalan yang bervariasi dari 1-500 mikro meter. Metoda ini menggunakan arus listrik untuk mendeposisikan partikel bermuatan dari suspensi didalam cairan ke permukaan substrat yang bertindak sebagai elektroda. Permasalahan pada deposisi elektroforesis ini terletak pada proses sintering setelah pelapisan yang dapat menyebabkan penyusutan, rekasi kimia pada antarmuka HA-logam dan dekomposisi HA serta degradasi substrat logam. Beberapa cara untuk menurunkan suhu sintering ini adalah dengan memperluas permukaan partikel HA yaitu dengan memperhalus partikel sampai ukuran submikron/nano dan dengan penambhan chitosan ke dalam hydroxyapatite membentuk nano-komposit. Penggunaan chitosan dapat membentuk lapisan komposit yang memiliki adhesi yang kuat pada suhu kamar. Chitosan merupakan polimer alam yang biodegradabel, non-toksik, anti-bakteri dan biokompatibel. Pada kegiatan ini akan dikembangkan pelapisan nano-komposit hydroxyapatite/chitosan pada suhu kamar pada baja SS 316L dan Ti-6Al-4V dengan metoda deposisi elektroforesis untuk mendapatkan lapisan yang memiliki komposisi kimia yang stoikiometrik, homogen dan kekuatan adhesi yang tinggi.

PENGEMBANGAN TITANIUM STRUKTUR NANO DENGAN DEFORMASI SANGAT PLASTIS

Oleh: Efendi Mabruri

Titanium merupakan logam yang banyak digunakan di berbagai aplikasi struktur. Dalam aplikasi medis Titanium merupakan logam yang paling cocok dibandingkan logam lainnya karena memiliki bio-kompatibilitas yang tingi, tahan korosi dan tahan terhadap jaringan dan cairan tubuh. Untuk meningkatkan kekuatan mekanik logam Ti murni agar memiliki rasio kekuatan/berat yang tinggi (ringan tapi kuat) teknik yang paling memadai adalah dengan cara penghalusan butir. Teknologi material saat ini memungkinkan untuk penghalusan butir sampai ke tingkat ukuran nano meter untuk memaksimalkan efek penguatan pada meterial. Metoda yang paling banyak mendapat perhatian adalah teknik deformasi sangat plastis menggunakan Equal Channel Angular Pressing (ECAP) karena menghasilkan material struktur nano yang bebas porositas dan 100% padat dengan ukuran benda kerja yang relatif cukup besar untuk aplikasi struktur komersial.
Tujuan khusus dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan sifat mekanik Titanium murni dengan penghalusan butiran sampai tingkat ukuran nano dengan Equal Channel Angular Pressing (ECAP). Sedangkan tujuan umumnya adalah dengan kegiatan penelitian ini diharapkan dapat dikuasainya teknologi pemrosesan material struktur nano dengan teknik deformasi sangat plastis (severe plastic deformation). Pengaruh beberapa parameter seperti sudut cetakan ECAP, kecepatan regang, siklus deformasi dan temperatur terhadap pembentukan struktur/butiran nano akan dipelajari dan dilakukan optimasinya. Target atau sasaran dari optimasi parameter percobaan adalah diperolehnya butiran Titanium dengan rata-rata ukuran < 100 nm. Karakterisasi struktur hasil ECAP dilakukan dengan menggunakan mikroskop optik/SEM/TEM dan XRD. Kegiatan penelitian ini akan menghasilkan keluaran berupa publikasi ilmiah, prototipe logam Titanium struktur nano, laporan teknis dan potensi untuk penulisan paten

Thursday, June 4, 2009

Teknologi Perbaikan (Repairing) untuk Komponen Turbin Gas dan Turbin Uap

Di Indonesia sebagian besar pembangkit tenaga listrik menggunakan turbin gas atau turbin uap, baik untuk skala pembangkit yang besar atau yang kecil. Sistem turbin beroperasi pada kondisi tegangan yang besar, suhu yang tinggi dan lingkungan yang korosif. Oleh karena itu, komponen untuk sistem turbin harus menggunakan material suhu tinggi yang tahan oksidasi, tahan korosi, tahan mulur (creep) dan tahan lelah (fatigue) seperti baja tahan karat, paduan super berbasis nikel atau cobalt. Untuk lebih meningkatkan ketahanan oksidasi dan korosi, komponen juga dilapis dengan difusi aluminide (NiAl), overlay (NiCrAlY) atau keramik penghalang panas (thermal barrier coating) seperti Zirkonia yg distabilkan Yittria. Meskipun demikian kegagalan komponen seringkali terjadi pada sistem turbin ini yang disebabkan oleh berbagai hal seperti kesalahan design (pemilihan material, geometri dll), cacat pembuatan, dan kondisi dan lingkungan operasi. Kegagalan komponen yang prematur (unpredictable failure) bisa menyebabkan pemadaman sistem (shutdown), ledakan api, kebocoran gas dan kerugian produksi. Untuk pemulihan sistem dengan pertimbangan waktu dan ekonomi, perbaikan komponen (repair) lebih cocok dibanding penggantian komponen baru. Pilihan ini tentunya dengan mempertimbangkan pula tingkat kerusakan komponen sehingga layak dilakukan perbaikan. Selain itu sebelum melakukan operasi perbaikan ini, perlu dilakukan pula analisa kegagalan komponen untuk menentukan penyebab utama kegagalan tersebut sehingga operasi perbaikan dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kembali kegagalan serupa. Operasi perbaikan komponen biasanya dilakukan dengan proses pengelasan (welding) dan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah mampu las material, tipe kerusakan material, ketersediaan metoda dan bahan pengelasan, perlakuan panas sebelum atau sesudah pengelasan, inspeksi setelah perbaikan dengan uji tak merusak (Non-destructive test), proses pelapisan (coating) dan sebagainya.